CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING
DALAM PBI
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun oleh:
Devya Erfitri Rahmadhani
(16188201034)
STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No.27-29
Pasuruan
Tahun Akademik 2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur saya ucapkan
kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat dan anugerah-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Makalah yang
berjudul “ Contexstual
Teaching And Learning Dalam PBI” ini saya buat dalam rangka
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak M. Bayu
Firmansyah, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada
dosen mata kuliah ini selaku pembimbing saya, teman-teman yang telah memberi
saya inspirasi, dan semua orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Saya sadar makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca supaya kedepannya makalah ini
dapat lebih baik lagi.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk saya khususnya dan
bagi para pembaca umumnya.
Pasuruan, 12 Desember 2017
Penulis
|
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
......................................................................................... i
DAFTAR ISI
........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
..................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah
............................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aneka Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia…….......3
2.2 CTL Membangun Pemikir Kritis dan Kreatif……………………….3
2.3 CTL Membangun Semangat Pembelajar………….………..…….…5
2.4 Model CTL Bahasa Indonesia………… ………………………...…7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.................................................................................................10
3.2 Saran
...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Contextual
teaching and learning (CTL) atau belajar dan
mengajar berdasarkan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang merujuk
pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan
dengan diri pembelajar. Pembelajaran secara kontekstual tidak sekadar agar
pembelajar memahami konsep-konsep teoritis, tetapi menjadikan pembelajar (a)
mampu menerima tanggung jawab atas keputusan perilaku sendiri, (b) mampu
menilai berbagai alternatif yang mungkin, (c) mampu membuat pilihan, (d) mampu
mengembangkan rencana, (e) mampu menganalisis informasi, (f) mampu menciptakan
solusi, dan (g) mampu menilai bukti-bukti secara kritis. Dengan berbagai
kemampuan tersebut CTL ingin membangun pikiran pembelajar sesuai dengan
perkembangannya dan menempatkan diri pembelajar sebagai bagian tak terpisahkan
dari situasi yang dialami dalam lingkungan sosialnya.
Agar berbagai daya yang dimilik oleh
pembelajar dapat ditumbuh-kembangkan secara opyomal, pembelajaran dengan
pendekatan CTL harus mampu memanfaatkan berbagai metode yan variatif, media
yang sealamiah mungkin, pengembangan materi yang berbasis masalah, interaksi
yang bersifat personal, dan evaluasi yang mencerminkan autentisitas. Semua ini
dimaksudkan agar pembelajaran melalui pendekatan CTL mampu menghasilkan
pemikir-pemikir kritis dan kreatif. Oleh karena itu, melalui makalah ini penulis
akan membicarakan mengenai CTL secara lebih jelas.
1.2
Rumusan
Masalah
1) Apa
saja aneka pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia?
2) Bagaimana
CTL membangun pemikir kritis dan kreatif?
3) Bagaimana
CTL membangun semangat pembelajar?
4) Bagaimana
model CTL Bahasa Indonesia?
1.3
Tujuan
1) Mendeskripsikan
aneka pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
2) Mendeskripsikan
CTL membangun pemikir kritis dan kreatif.
3) Mendeskripsikan
CTL membangun semangat pembelajar.
4) Mendeskripsikan
model CTL Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aneka Pendekatan Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran
bahasa Indonesia dewasa ini memperkenalkan berbagai pendekatan, yaitu (a)
pendekatan komunikatif, (b) pendekatan konstruktivisme, dan sekarang diperkenalkan
pendekatan lain, yaiatu (c) pendekatan CTL.
Pendekatan komunikatif diperkenalkan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia sejak kurikulum 1994 muncul. Pendekatan ini
digunakan untuk mengajarkan bahasa Indonesia kepada pembelajar. Konsep
pendekatannya adalah bahwa bahasa diasumsikan sebagai alat komunikasi. Jadi,
jika ingin mengajarkan bahasa Indonesia kepada pembelajar hendaknya mengajarkan
bagaimana bahasa Indonesia digunakan untuk berkomunikasi secara nyata. Dengan
kata lain, yang harus diajarkan kepada pembelajar adalah menggunakan dan
memahami fungsi-fungsi komunikatif dalam berbahasa Indonesia.
Pendekatan konstruktivisme mulai
muncul secara eksplisit dalam kurikulum 2004. Pendekatan konstruktivisme
berasumsi bahwa setiap pembelajar mampu belajar dengan mengkonstruksi rumusan
kebenaran berdasarkan perkembangan pikirannya. Kebenaran yang dikemukakan oleh
pengajar bukan satu-satunya rumusan kebenaran. Bahkan, ada yang berpendapat
bahwa kebenaran yang dikemukakan pengajar justru tidak dapat dicerna oleh
pembelajar karena rumusan kebenaran yang dikemukakan oleh pengajar jauh berbeda
dengan perkembangan pikiran pembelajar. Pendekatan konstruktivisme digunakan
untuk melihat tahap perkembangan pikiran pembelajar.
Pendekatan CTL berasumsi bahwa
konteks belajar menjadi sangat penting dalam belajar pembelajar, termasuk
konteks belajar bahasa. CTL lebih memberikan warna pada pentingnya menciptakan
atmosfer belajar bagi pembelajar sehingga ketika pembelajar belajara tidak
merasa asing dengan sesuatu yang sedang dipelajari. Materi yang dipelajari
menjadi sangat mudah karena dikemas dengan konteks dan situasi yang ada di
lingkungan pembelajar.
2.2 CTL Membangun Pemikir Kritis Dan Kreatif
Pembelajar
berdasarkan pendekatan kontekstual ingin membangun pemikir-pemiki kritis.
Pemikir kritis adalah pemikir yang mampu berpikir secara sistematis untuk
menemukan kebenaran dengan mengevaluasi bukti-bukti, asumsi, logika, dan bahasa
oang lain yang mendasari pernyataan orang lain tersebut. Seorang pemikir kritis
memiliki ciri penanda sebagai berikut.
1. Mampu mengidentifikasi masalah
Pemikir kritis akan mampu melihat fenomena yang
memiliki kemungkinan untuk menjadi masalah dan fenomena yang benar-benar tetap
sebagai gejala.
2. Mampu menentukan sudut pandang
Dari sekian banyak sudut pandang, hanya ada satu
sudut pandang yang memberikan peluang untuk dapat dipakai sebagai titik pijak
melihat alternatif pemecahan pada saat itu yang sesuai dengan konteks dan
situasinya.
3. Mampu mengajukan alasan
Seorang pemikir kritis memiliki kemampuan melihat
banyak pilihan dan dapat memilihi salah satu saja. Kemampuan melihat satu
alternatif pemecahan masalah disertai dengan berbagai risiko jika alternatif
lain yang harus dipilih.
4. Mampu mengemukakan asumsi-asumsi
Seorang pemikir kritis biasanya berpikir mengenai
sesuatu yang sebelumnya belum dilakukan oleh orang lain.
5. Mampu menggunakan bahasa dengan jelas
Seorang pemikir kritis mampu menggunakan bahasa
secara efektif. Bahasa efektif yaitu bahasa yang kalimat-kalimatnua mampu
mewakili secara tepat isi pikiran atau perasaan penulis dan sanggup menarik
perhatian pembaca terhadap pokok masalah yang dibicarakan.
6. Mampu mengemukakan bukti-bukti sebagai pendukung
yang meyakinkan
Setiap oemikiran memerlukan bukti pendukung. Bukti
pendukung dapat berupa data, contoh-contoh, ilustrasi yang dapat meyakinkan
orang lain bahwa pemikiran yang dikemukakan memeang benar.
7. Mampu menarik kesimpulan
Kesimpulan merupakan bagian akhir dari pemikiran
yang bermaksud untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang telah sampai
pada titik tertentu dalam membahas suatu pokok masalah.
8. Mampu melihat implikasi dari kesimpulan yang sudah
diambil
Seorang pemikir kritis tidak hanya melihat hasil
pemikirannya dengan sesuatu yang secara langsung berkaitan dengan masalah yang
dibicarakan, tetapi melihat lebih jauh ke depan terhadap berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada masalah lain.
CTL juga membangun pemikir kreatif. Pemikir kreatif
adalah pemikir yang mampu mempraktikkan asosiasi dan imajinasi secara bebas
dalam menemukan cara baru untuk memecahkan masalah. Ciri penanda pemikir
kreatif yaitu harus mampu melakukan aktivitas mental, seperti (1) selalu
mengajukan pertanyaan (mempertanyakan sesuatu yang sudah mapan), (2)
mempertimbangkan informasi baru dan ide yang tidak lazim dengan pikiran
terbuka, (3) membangun keterkaitan (khususnya di antara hal-hal yang berbeda),
(4) menghubung-hubungkan berbagai hal dengan bebas, (5) menerapkan imajinasi
pada setiap situasi untuk menghasilkan hal baru yang berbeda, dan (6) mau
mendengarkan intuisinya.
2.3 CTL Membangun Semangat Pembelajar
CTL
ingin membangun pembelajaran yang muatan akademiknya berkaitan dengan konteks
kehidupan pembelajar sehari-hari. Konteks kehidupan sehari-hari menjadi sangat
penting karena mampu merangsang sel-sel sarat otak untuk membentuk jalan menuju
ke pemahaman akademis yang lebih bermakna mengenai suatu konsep berpikir
tertentu.
Hal ini menjadi penting karena CTL mampu memberikan
jawaban atas kegagalan pembelajaran secara tradisional yang penuh dengan ceramah
dan hafalan. Jika pembelajaran secara tradisional telah membuat mayoritas anak
gagal mencapai keberhasilan dengan standar tinggi, CTL justru mampu membawa
keberhasilan terhadap mayoritas pembelajar yang gagal dalam pembelajaran secara
tradisional.
Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan agar CTL
mampu mencapai keberhasilan belajar dengan standar tinggi, yaitu:
1. Prinsip saling ketergantungan
Pembelajaran di sekolah berlaku hukum saling
ketergantungan dalam arti bahwa seorang pembelajar akan menjadi semakin maju
dalam belajar apabila ada pajanan (exposure)
dari pembelajar lain. Setiap pembelajar sebanrnya bergantian saling mengisi
pembelajar lain sehingga secara alamiah mereka akan terus tumbuh dan berkembang
bersama-sama.
2. Prinsip pembelajaran mandiri dan kerja sama
CTL berpandangan bahwa sifat mandiri dan kerja sama
yang alami justru akan membawa pembelajar pada tumbuhnya rasa percaya diri dan
kesadaran bahwa keberhasilan merupakan kesuksesan bersama. Sifat kemandirian
adalah potensi besar untuk menggali minat-minat baru, semangat baru, motivasi
baru untuk menyesuaikan dengan lingkungan hidup mereka.
3. Prinsip kebermaknaan dalam belajar
Pendekatan CTL menanamkan pemahaman kepada
pembelajar bahwa belajar bukan sekadar memahami informasi, tetapi pemberian makna
terhadap informasi yang dipelajari dengan kebutuhan hidup dalam konteks yang
sesungguhnya. Pembelajar perlu situnjukkan bahwa mempelajari sesuatu perlu
dikaitkan dengan pengalaman hidup pembelajar.
4. Prinsip berpikir kritis dan kreatif
Berpikir kritis dan kreatif ibarat sekeping mata
uang logam, memiliki dua wajah yang dapat dibedakan tetapi tidak mungkin
dipisahkan. Berpikir kritis memberikan peluang pada munculnya daya imajinasi
dan asosiasi terhadap sesuatu yang mungkin dapat terjadi. Berpikir kreatif
selalu diawali dengan mengajukan pertanyaan terhadap sesuatu yang sudah mapan,
mau memberi peluang dan mempertimbangkan ide baru yang tidak lazim, membangun
keterkaitan sesuatu yang berbeda, mencari hubungan sesuatu secara bebas,
menerapkan imajinasi dalam setiap situasi, dan mendengarkan intuisi.
5. Prinsip penilaian secara autentik
Penilain autentik memberikan tantangan kepada
pembelajar untuk menerapkan informasi dan keterampilan akademik baru dalam
situasi nyata untuk tujuan yang bermakna. Penilaian autentik memberikan peluang
kepada pembelajar untuk memperlihatkan kemampuan terbaik mereka sambil
memperlihatkan apa yang sduah mereka pelajari.
2.4 Model CTL Bahasa Indonesia
Desain
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia berdasrkan pendekatan CTL dirancang
berdasrkan komponen-komponen pembelajaran pada umumnya. Yang membedakan adalah
asumsi-asumsi teoritis yang dipakai sebagai dasar untuk melaksanakan
pembelajaran. Pendekatan kontekstual berasumsi bahwa konteks alami tempat
pembelajar belajar merupakan pijakan utama dalam pembelajaran. Desain
pembelajaran secara kontekstual tersebut dapat dirancang dengan memperlihatkan
komponen pembelajaran sebagai berikut.
1. Pemilihan materi
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia harus
memilih materi yang tidak jauh dengan lingkungan hidup pembelajar. Materi ini
dapat dikembangkan secara tematis, misalnya materi yang bertema “lingkungan
hidup” dapat dipakai sebagai pijakan untuk mengajarkan menyimak, membaca,
berbicara, maupun menulis. Materi pembelajaran harus dikemas dalam bentuk problem solving (pemecahan masalah)
sehingga memungkinkan pembelajar untuk mengemukakan pendapat pribadi secara
argumentatif yang didukung dengan data serta argumen-argumen yang lain.
2. Metode pembelajaran
Metode pembelajar berdasarkan pendekatan CTL harus
memberikan peluang kepada pembelajar untuk bekerja sama dengan pembelajar lain
agar terjadi tukar-menukar gagasan (berdiskusi) untuk saling beradu argumen
sehingga pembelajar terbiasa untuk menerima atau memberi sumbangan pikiran
orang lain. Pembelajarn CTL juga perlu mengakomodasi kemungkinan pembelajar
untuk sukses bersama sehingga perlu dibiasakan tumbuhnya semnagat belajar
tinggi.
3. Teknik pembelajaran
Pembelajaran dengan CTL dilaksanakan dengan teknik
tertentu dengan memanfaatkan konteks alamiah sebagai cara untuk menggali
kebenaran. Beberap teknik yang dimaksud dapat berupa:
a)
Membentuk
kelompok di antara pembelajar
b)
Berbagi tugas di
antara pembelajar
c)
Saling membantu
di antara pembelajar
d)
Saling memberi
semangat untuk sukses bersama
4. Strategi pembelajaran
Strategi adalah siasat yang harus dilakukan oleh
pembelajar agar tujuan belajar dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Strategi yang dapat dipilih antara lain (1) saling memberi dukungan untuk
keberhasilan, (2) saling memberi kritik, saran, dan masukan, (3) masing-masing
pembelajar selalu siap menerima kritik, saran, dan masukan sebagai dorongan
untuk sukses bersama, (4) setiap pembelajar harus merasakan dan menyadari bahwa
andil pembelajar lain harus dihargai sebagai kontributor yang sangat signifikan
dalam mencapai suatu keberhasilan.
5. Media pembelajaran
Desain pembelajaran dengn CTL harus memberikan
peuang untuk memilih media yang memungkinkan digunakannya media pembelajaran
sesuai dengan konteks dan situasi belajar pembelajar.
6. Interaksi belajar mengajar
Interaksi belajar mengajar dengn CTL hendaknya
memberikan kemungkinan kepada pembelajar untuk mengemukakan pemikiran-pemikiran
inkonvensional sehingga pikiran kritis dan kreatif pembelajar dapat
terakomodasi dengan baik.
7. Penilaian hasil belajar
Penilaian hasil belajar berdasarkan CTL disarankan
menggunakan penilaian autentik. Artinya penilaian non-tes, seperti portofolio,
proyek, unjuk kerja adalah bentuk penilaian tepat untuk pembelajaran
berdasarkan pendekatan CTL.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1)
Pembelajaran bahasa Indonesia dewasa ini
memperkenalkan berbagai pendekatan, yaitu (a) pendekatan komunikatif, (b)
pendekatan konstruktivisme, dan sekarang diperkenalkan pendekatan lain, yaiatu
(c) pendekatan CTL.
2)
Pembelajar berdasarkan pendekatan
kontekstual ingin membangun pemikir-pemiki kritis dan kreatif.
3)
CTL ingin
membangun pembelajaran yang muatan akademiknya berkaitan dengan konteks kehidupan
pembelajar sehari-hari. Konteks kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting
karena mampu merangsang sel-sel sarat otak untuk membentuk jalan menuju ke
pemahaman akademis yang lebih bermakna mengenai suatu konsep berpikir tertentu.
4)
Desain pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
berdasrkan pendekatan CTL dirancang berdasrkan komponen-komponen pembelajaran
pada umumnya.
3.2 Saran
1) Bagi
STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan literatur di
perpustakaan kampus.
2) Bagi
dosen STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa.
3) Bagi
mahasiswa STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan
ilmu pengetahuan dan sebagai pedoman dalam mempelajari bahasa.
DARTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015. Teori
Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar