PENDEKATAN KOMUNIKATIF DALAM
PEMBELAJARAN BAHASA
M. Bayu Firmansyah, M.Pd
Disusun oleh:
Devya Erfitri Rahmadhani
(16188201034)
STKIP PGRI PASURUAN
Jl. Ki Hajar Dewantara No.27-29
Pasuruan
Tahun Akademik 2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala puji dan
syukur saya ucapkan
kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat rahmat dan anugerah-Nya saya dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Makalah yang berjudul “Pendekatan
Komunikatif Dalam Pembelajaran Bahasa” ini saya buat dalam rangka
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak M. Bayu
Firmansyah, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen mata kuliah ini selaku pembimbing saya, teman-teman yang telah
memberi saya inspirasi, dan semua orang yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu.
Saya sadar makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca supaya kedepannya makalah ini
dapat lebih baik lagi.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk saya khususnya dan
bagi para pembaca umumnya.
|
Pasuruan, 25 November 2017
Penulis
|
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah ..................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah ............................................................................... 1
1.3 Tujuan
................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep
Kompetensi Komunikatif ……………………………........2
2.2 Pendekatan
Komunikatif ………………..……………………........2
2.3 Metode
Komunikatif …………………….………………..…….…4
2.4 Silabus
Komunikatif ………………………….………………..….5
2.5 Kebaruan
PBK ………………………………….………………...6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
.......................................................................................7
3.2 Saran
.................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Istilah komunikatif dalam Pengajaran
Bahasa (PB) mucul pertama kali dalam makalah Willkins (1972) dengan judul Grammatical,
Situational and National Syllabus yang disampaikan dalam konferensi
Linguistik Terapan di Copenhagen. Sejak itu kepopuleran Pengajaran Bahasa
secara Komunikatif (PBK) menyebar ke seluruh dunia dan mampu mnggoyahkan konsep
pengajaran bahasa yang dikembangkan oleh kaum Struktural.
Muculnya PBK mendapat sambutan
hangat ahli PB karena dipandang bahwa : PBK mampu mengubah citra PB yang selalu
berorientasi pada kaidah ketatabahasaan yang dikembangkan kaum Struktural yang
dianggap telah gagal mengajarkan bahasa sesuai dengan fungsinya; PBK mampu
memberikan paradigmashito yang sangat mendasar serta secara radikal memberikan
warna baru terhadap proses belajar bahasa; PBK mampu menjawab dua pertanyaan
pokok dalam pengajaran bahasa yaitu apakah yang dipelajari, dan bagaimana
bahasa harus dipelajari (Das, 1985).
1.2
Rumusan
Masalah
1) Bagaimanakah
konsep kompetensi komunikatif itu?
2) Apakah
komunikatif dapat dipandang sebagai pendekatan?
3) Bagaimanakah
metode komunikatif itu?
4) Bagaimanakah
silabus komunikatif itu?
5) Dimanakah
letak kebaruan PBK?
1.3
Tujuan
1) Mendeskripsikan
konsep kompetensi komunikatif.
2) Mendeskripsikan
pendekatan komunikatif.
3) Mendeskripsikan
metode komunikatif.
4) Mendeskripsikan
silabus komunikatif.
5) Mendeskripsikan
kebaruan PBK.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kompetensi Komunikatif
Istilah
kompetensi dari Chomsky (1965) diartikan sebagai pengetahuan pembicara atau
pendengar terhadap bahasanya (Chomsky, 1965 dalam Canale and Swain, 1980).
Dengan kata lain kompetensi adalah apa yang diketahui oleh si pemakai bahasa.
Pendapat Chomsky ini kemudian meluas dan merambah ke berbagai arah dan
menimbulkan pro-kontra.
Hymes (1971) menyatakan bahwa
pengertian kompetensi yang dimaksudkan oleh Chomsky harus diperluas, sebab
kompetensi yang hanya menyangkut pengetahuan pembicara tentang kaidah
kegramatikalan suatu bahasa tidak ada artinya jika tidak memperhatikan kaidah
penggunaan bahasa (fungsi). Kompetensi menurut Hymes ditafsirkans sebagai
pengetahuan si pembicara mengenai kaidah kegramatikalan ditambah dengan apa
yang ditindakkan oleh pembicara. Hymes secara tegas menyatakan bahwa yang lebih
penting dalam penggunaan bahasa adalah pertimbangan cocok tidaknya (approprietness) penggunaan suatu aturan
dengan konteks: sosialnya yaitu konteks sosiokultural. Konteks sosiokultural
yang dimaksud oleh Hymes adalah pengetahuan tentang kapan, bagaimana, dan
kepada siapa bentuk-bentuk itu layak digunakan.
Kompetnsi menyangkut pengetahuan dan
pemahaman pemakai bahasa terhadap kaidah bahasa dan konteks situasi pemakainya.
Dengan demikian pemakai bahasa dalam berkomunikasi tidak akan saling salah
menginterpretasikan maksudnya. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai
penguasaan sistem dan aturan bahasa yang benar-benar dihayati, yang
memungkinkan kita mengenali struktur lahir dan struktur batin untuk dapat
membedakan kalimat benar dan kalimat salah dan mengerti kalinat yang belum
pernah didengar sebelumnya.
2.2 Pendekatan Komunikatif
Istilah
pendekatan (Approach) memiliki pengertian berbeda-beda. Anthony (1963)
menyatakan bahwa pendekatan adalah seperangkat asumsi yang saling berhubungan
yang menyangukut hakikat bahasa, pengajaran bahasa, dan belajar bahasa.
Pendekatan merupakan latar belakang fillosofis mengenai pokok bahasan yang
hendak diajarkan. Pendapat Anthony menekankan pada keterkaitan asumsi sifat
bahasa dengan pengajaran bahasa dan belajar bahasa serta memisahkan pendekatan
dengan metode dan teknik. Pendapat Richards menekankan pada, asumsi teoritis
mengenai hakikat bahasa dengan hakikat belajar bahasa serta menderetkan dan
menyatukan pendekatan prosedur dan desain sebagai bagian integral dari metode.
Jika komunikatif dipandang sebagai
suatu pendekatan dalam PB, apakah asumsi-asumsi teoritisnya? Jika pendapat Das
(1985) dapat diterima sebagai salah satu alternatif asumsi teori komunikatif,
ia mengajukan asumsi teoritis yang berhubungan dengan hakikat bahasa dan
bagaimana orang mempelajari bahasa. Asumsi tersebut adalah:
a.
Bahasa adalah seperangkat kaidah yang
harus dikuasai oleh pembelajar bahasa.
b.
Bahasa adalah kaidah tata bahasa yang
menentukan bagaimana kalimat harus disusun dan dapat mewadahi makna.
c.
Pembelajar harus memiliki sejumlah kata
agar dapat menyusun berbagai variasi kalimat.
d.
Jika pembelajar telah dapat menguasai
kaidah ketatabahasaan, ia akan dapat menggunakan bahasa dalam berbagai kegiatan
komunikasi.
e.
Kaidah ketatabahasaan, baik secara sadar
maupun ambang sadar dapat dipelajari secara induktif maupun secara deduktif.
f.
Berbagai pengetahuan mengenai kaidah
ketatabahasaan baik secara sadar maupun ambang sadar dapat diinternalisasikan
sebelum pengetahuan kaidah tersebut digunakan untuk berkomunikasi.
g.
Kaidah ketatabahasaan dipelajari dan
diinternalisasikan secara berurutan dalam satu waktu ataupun pada waktu yang
berbeda.
Asumsi teoritis di atas jika diamati
seperti terdapat dua versi asumsi yaitu pertama asumsi yang menekankan komunikasi sebagai tujuan
belajar bahasa dan asumsi kedua menekankan komunikasi sebagai produk belajar
bahasa. Versi pertama berarti belajar bahasa untuk berkomunikasi, sedangkan
versi kedua menekankan belajar bahasa dalam situasi tertentu sambil berkomunikasi.
Jika komunikasi merupakan tujuan
belajar bahasa, pertalian makna dalam kalimat adalah berupa proposisi yang
tertuang dalam bentuk kalimat. Dan jika kalimat yang diciptakan oleh pembelajar
memakai kaidah ketatabahasaan, proposisi itu disebut proposisi makna.
Kalimat-kalimat yang dihasilkan dan digunakan oleh seorang dalam berinteraksi
dengan orang lain memiliki jenis arti lain yang disebut illocutionary meaning (makna ilokusi) yang sama dengan proposisi
makna. Proposisi makna harus mengandung makna ilokusi sebab jika berbeda akan
menimbulkan kesulitan bagi pembelajar bahasa.
Versi kedua yaitu belajar bahasa
dalam berkomunikasi dimaksudkan bahwa seorang belajar bahasa dalam situasi
alamiah, bukan di dalam kelas. Dala situasi demikian kaidah ketatabahasaan
sadar atau tidak sadar, induktif atau deduktif pasti bersifat alamiah.
Kesalahan-kesalahan bahasa yang dilakukan pembelajar adalah hal yang wajar
terjadi seperti halnya ketika pembelajar belajar menguasai bahasa pertamanya.
Pendekatan komunikatif dalam kaitannya dengan asumsi kedua (yang berhubungan
dengan bagaimana bahasa harus dipelajari) apakah belajar bahasa untuk
berkomunikasi ataukah belajar bahasa dalam berkomunikasi, kiranya masih
merupakan persoalan praktis yang akan dihadapi oleh para perancang silabus,
meskipun sudah bukan lagi persoalan pendekatan.
2.3 Metode Komunikatif
Metode adalah
rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara sistematis materi bahasa sehingga
tidak ada bagian-bagian yang saling bertentangan karena semua rancangan telah
didasarkan pada satu pendektan tertentu (Anthony, 1963). Pendapat ini kemudian
dimodifikasi oleh Richards dan Rodgers (1982). Mereka menyatakan bahwa metode
adalah butir-butir yang mengandung tiga level yaitu pendekatan, desain, dan
prosedur.
PBK memberikan kontribusi mengenai
(a) ways of handing structure covertly instead of overfly, (b) teaching through
the target language, (c) the possibility of using authentic samples of language
much more effectively, dan (d) a large inventory of ‘communicative’ technique
the simulations, games and role-play which formed the initial response to
metodology issue, as well as nevers techniques and materials which fester
problem solving inferencing abilities; serta menentukan prinsip-prinsip
pengaturan interaksi di dalam kelas yanng ditandai dengan bagaimanakah yang
terbaik untuk membimbing pembelajar melalui kumpulan data bahasa yang saling
bertentangan (Yalden, 1983).
2.4 Silabus Komunikatif
Pada mulanya rancang bangun silabus
selalu bergerak dalam kancah seleksi bahan, pengurutan penyajian bahan beralih
pada “penggunaan bahasa” (kompetensi komunikatif) yang lebih bersifat
“analitis” daripada pengetahuan tata bahasa (kompetensi gramatikal) yang lebih
bersifat “sintetis” (Willkins, 1976).
Silabus yang bersifat analitis tidak
mementingkan analitis sistem bahasa dalam kepingan-kepingan, tetapi lebih
mementingkan tujuan seperti apa yang ingin dicapai oleh pembelajar serta tindak
bahasa yang bagaimana yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Karena silabus
disusun berdasarkan tindak bahasa maka akan terjadi pencampuradukan unsur-unsur
tata bahasa sehingga silabus itu tidak terdapay pengurutan butir tata bahasa
mana yang mudah untuk didahulukan dan mana yang sukar untuk dikemudiankan. Hal
ini membutuhkan keahlian penyederhanaan berbagai fungsi komunikatif.
Setelah fungsi komunikatif bahasa
terdata baik dan telah menentukan pilihan fungsi mana yang akan dimasukkan
dalam silabus untuk mencapai tujuan yang diperlukan pembelajar, silabus
komunikatif harus mengandung komponen-komponen sebagai berikut :
1.
Terdapat perumusan tujuan secara jelas (purpose).
2.
Terdapat seting yang jelas baik berupa
aspek fisik maupun seting sosial (setting).
3.
Terdapat peranan pembelajar (the role of learners).
4.
Tergambar peristiwa komunikatif yang
menunjukkan peranan pembelajar (communicative
events).
5.
Tergambar fungsi bahasa yang diperlukan
pembelajar dengan bahasa itu (language
functions).
6.
Terdapat nosi atau apakah yang
diperlukan pembelajar untuk dapat mengatakan sesuatu (notions).
7.
Keterampilan merajut wacana bersama (cutting together serta discourse dan rhetorical skills).
8. Terdapat
variasi bahasa yang diperlukan pembelajar (variety).
9. Isi
ketatabahasaan yang diperlukan (grammatical
content).
10.
Isi kosakata yang diperlukan (lexical content) (Yalden, 1983).
Jika silabus komunikatif di dalamnya
terkandung adanya penekanan fungsi bahasa serta tergambarnya 10 komponen
tersebut, silabus komunikatif lebih condong untuk dikatakan sebagai jabaran
pengembangan materi pengajaran.
2.5 Kebaruan PBK
PBK dikatakan
memiliki kebaruan karena dipakainya berbagai teori belajar bahasa, linguistik
terapan, metode-metode yang bersifat inovatif fan sebagainya sebagai dasar
pijakan pendekatannya. Perhatian oraang terhadap fungsi bahasa, yang sebelumnya
agak dikesampingkan, karena keterpukaunnya terhadap kaidah ketatabahasaan
merupakan salah satu kebaruan PBK. Lebih-lebih setelah PBK bukan saja
mempermasalahkan pendekatan tetapi juga metode, teknik sajian materi, rancang
bangun silabus semakin menampakkan ciri kekomprehensifannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1)
Kompetnsi menyangkut pengetahuan dan
pemahaman pemakai bahasa terhadap kaidah bahasa dan konteks situasi pemakainya.
2)
Terdapat dua versi asumsi dalam
pendekatan komunikatif yaitu pertama asumsi yang menekankan komunikasi sebagai
tujuan belajar bahasa dan asumsi kedua menekankan komunikasi sebagai produk
belajar bahasa.
3)
Metode adalah butir-butir yang
mengandung tiga level yaitu pendekatan, desain, dan prosedur.
4)
Rancang bangun silabus selalu bergerak
dalam kancah seleksi bahan, pengurutan penyajian bahan beralih pada “penggunaan
bahasa” (kompetensi komunikatif) yang lebih bersifat “analitis” daripada
pengetahuan tata bahasa (kompetensi gramatikal) yang lebih bersifat “sintetis”
5)
PBK dikatakan memiliki kebaruan karena
dipakainya berbagai teori belajar bahasa, linguistik terapan, metode-metode
yang bersifat inovatif fan sebagainya sebagai dasar pijakan pendekatannya.
3.3
Saran
1) Bagi
STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan literatur di
perpustakaan kampus.
2) Bagi
dosen STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan
informasi sebagai bahan pembelajaran untuk mahasiswa.
3) Bagi
mahasiswa STKIP PGRI Pasuruan, makalah ini dapat dijadikan sebagai tambahan
ilmu pengetahuan dan sebagai pedoman dalam mempelajari bahasa.
DARTAR PUSTAKA
Pranowo. 2015. Teori
Belajar Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar